Adalah Anief Hamzah (62), pensiunan sebuah departemen yang sukses merambah usaha peternakan lele sangkuriang.
Keinginan berwirausaha di masa purnabakti sudah menjadi cita-citanya sejak masih aktif berdinas. Lahan seluas 7.000 M2 di Kampung Sindang Barang, Bogor, adalah salah satu modal yang dia siapkan untuk masa pensiun.
Apa daya, saat pensiun datang, keinginan itu sempat terhambat modal. Uang pensiun yang diterima tak cukup untuk memulai usaha.
“Sebelum pensiun, saya sudah ingin punya kolam tapi ternyata modalnya tidak cukup. Saya coba mengajukan pinjaman ke bank, tapi prosesnya lama dan syaratnya sulit,” ujar Anief.
Anief tidak putus harapan. Melalui seorang rekannya, Anief mendapat informasi tentang adanya pinjaman bagi purnabakti seperti dirinya dari Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN). Proses pengajuan pinjaman pun relatif tak berbelit, mengingat dana pensiun dirinya disalurkan melalui BTPN Purna Bakti.
‘’Setelah mengisi form, menyerahkan syarat-syarat secara lengkap, besoknya disurvei,’’ ungkap Anief.
Tidak lama, kredit pun cair. Anief bisa memulai usahanya pada 2011. Modal awal Rp40 juta dia pergunakan untuk investasi pembuatan beberapa kolam ikan.
Tidak sebatas itu, sebagai nasabah BTPN, Anief ternyata tidak hanya mendapatkan akses keuangan. Dia juga memperoleh kesempatan untuk mengikuti Program Daya.
Mulai dari manajemen, pengembangan bisnis hingga mengatasi persoalan yang timbul dalam bisnis ia dapatkan dari Program Daya.
“Program Daya tak hanya
mengajarkan materi, tapi langsung aplikatif dengan bisnis yang dijalani.
Misalnya, bagaimana cara mengatasi penyakit, pelatihnya memberikan
masukan dengan terjun ke lapangan,” ujar dia.
Melayani pensiunan sejak awal berdirinya, 55 tahun lalu, BTPN memahami kebutuhan dan impian dari para pensiunan. Hal ini tercermin melalui pelayanan yang dirancang khusus sesuai dengan kebutuhan para purnabakti. Melalui BTPN Purna Bakti, BTPN berkomitmen untuk memberikan pelayanan serta manfaat terbaik kepada para purnawirawan dan purnabakti di seluruh Indonesia.
Melayani pensiunan sejak awal berdirinya, 55 tahun lalu, BTPN memahami kebutuhan dan impian dari para pensiunan. Hal ini tercermin melalui pelayanan yang dirancang khusus sesuai dengan kebutuhan para purnabakti. Melalui BTPN Purna Bakti, BTPN berkomitmen untuk memberikan pelayanan serta manfaat terbaik kepada para purnawirawan dan purnabakti di seluruh Indonesia.
BTPN memiliki model
bisnis yang mengintegrasikan misi sosial dan misi bisnis, atau yang
disebut dengan “Peluang Sekaligus Panggilan”.
Memfokuskan diri untuk melayani dan memberdayakan segmen mass market,
yang terdiri dari pensiunan, usaha mikro & kecil, serta komunitas
pra-sejahtera produktif, BTPN meyakini bahwa keterlibatan langsung dalam
memberdayakan nasabah adalah kunci menuju pertumbuhan kinerja bisnis
yang prima dan berkelanjutan. Hal inilah yang menjadi cikal lahirnya
Daya, program pemberdayaan mass market yang terukur dan berkelanjutan yang diperuntukkan bagi seluruh nasabah BTPN.
Daya memiliki tiga pilar program, yaitu Daya Sehat Sejahtera, Daya Tumbuh Usaha, dan Daya Tumbuh Komunitas.
Corporate Communications Head BTPN Eny Yuliati mengatakan, segmen mass market bukan hanya membutuhkan akses keuangan, tetapi juga membutuhkan pelatihan, pendampingan untuk meningkatkan kapasitas mereka.
“Mengingat itu, BTPN tidak hanya memberikan solusi keuangan bagi para nasabah, tapi juga meningkatkan kapasitas nasabah melalui Program Daya,” ujar dia.
Upaya ini diharapkan berkontribusi langsung dalam meningkatkan kapasitas masyarakat agar tumbuh lebih baik. Di sisi lain, upaya ini juga berdampak positif pada kelangsungan dan pertumbuhan bisnis BTPN.
Terbukti, melalui Program Daya, selama 2012, BTPN berhasil menjangkau 1.200.468 penerima manfaat. Jumlah tersebut naik 50 persen dibandingkan selama 2011 yang tercatat 802.069 penerima manfaat. Jumlah aktivitas dan kelas pelatihan yang digelar selama 2012 juga tumbuh signifikan menjadi 53.079 aktivitas, atau meningkat 104 persen dibandingkan tahun 2011 yang tercatat 25.994 aktivitas.
Dengan ditopang Program Daya, penyaluran kredit, selama 2012, mencatat pertumbuhan sebesar 28 persen dari Rp30,3 triliun pada 2011 menjadi Rp38,8 triliun. Khusus di Purna Bakti,total kredit yang disalurkan selama 2012 meningkat sebesar 23 persen, yakni dari Rp22,8 triliun pada akhir 2011 menjadi Rp28,1 triliun.
Kenaikan signifikan pada sisi intermediasi ini tetap diimbangi dengan penerapan asas kehati-hatian. Pada akhir 2012, kualitas aset produktif tetap terjaga dengan baik, yang tercermin dari rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) neto di posisi 0,31 persen. Pada 2011, NPL neto BTPN sebesar 0,35 persen.
Didorong kinerja yang baik itu, pada akhir 2012, total aset BTPN mencapai Rp59,1 triliun atau tumbuh 27 persen dibandingkan posisi 31 Desember 2011 yang tercatat Rp46,7 triliun. (web)
Daya memiliki tiga pilar program, yaitu Daya Sehat Sejahtera, Daya Tumbuh Usaha, dan Daya Tumbuh Komunitas.
Corporate Communications Head BTPN Eny Yuliati mengatakan, segmen mass market bukan hanya membutuhkan akses keuangan, tetapi juga membutuhkan pelatihan, pendampingan untuk meningkatkan kapasitas mereka.
“Mengingat itu, BTPN tidak hanya memberikan solusi keuangan bagi para nasabah, tapi juga meningkatkan kapasitas nasabah melalui Program Daya,” ujar dia.
Upaya ini diharapkan berkontribusi langsung dalam meningkatkan kapasitas masyarakat agar tumbuh lebih baik. Di sisi lain, upaya ini juga berdampak positif pada kelangsungan dan pertumbuhan bisnis BTPN.
Terbukti, melalui Program Daya, selama 2012, BTPN berhasil menjangkau 1.200.468 penerima manfaat. Jumlah tersebut naik 50 persen dibandingkan selama 2011 yang tercatat 802.069 penerima manfaat. Jumlah aktivitas dan kelas pelatihan yang digelar selama 2012 juga tumbuh signifikan menjadi 53.079 aktivitas, atau meningkat 104 persen dibandingkan tahun 2011 yang tercatat 25.994 aktivitas.
Dengan ditopang Program Daya, penyaluran kredit, selama 2012, mencatat pertumbuhan sebesar 28 persen dari Rp30,3 triliun pada 2011 menjadi Rp38,8 triliun. Khusus di Purna Bakti,total kredit yang disalurkan selama 2012 meningkat sebesar 23 persen, yakni dari Rp22,8 triliun pada akhir 2011 menjadi Rp28,1 triliun.
Kenaikan signifikan pada sisi intermediasi ini tetap diimbangi dengan penerapan asas kehati-hatian. Pada akhir 2012, kualitas aset produktif tetap terjaga dengan baik, yang tercermin dari rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL) neto di posisi 0,31 persen. Pada 2011, NPL neto BTPN sebesar 0,35 persen.
Didorong kinerja yang baik itu, pada akhir 2012, total aset BTPN mencapai Rp59,1 triliun atau tumbuh 27 persen dibandingkan posisi 31 Desember 2011 yang tercatat Rp46,7 triliun. (web)
sumber viva.co.id