
Biografi Sandiaga Uno
Sandi Uno
 memulai usahanya setelah sempat menjadi seorang pengangguran ketika 
perusahaan yang mempekerjakannya bangkrut. Bersama rekannya, Sandi Uno 
mendirikan sebuah perusahaan di bidang keuangan, PT Saratoga Advisor. 
Usaha tersebut terbukti sukses dan telah mengambil alih beberapa 
perusahaan lain. Pada tahun 2009, Sandi Uno tercatat sebagai orang 
terkaya urutan ke-29 di Indonesia menurut majalah Forbes.
Di Indonesia, relatif amat susah mencari orang sukses dalam usia yang
 relatif muda, setidaknya dalam usia di bawah 40 tahun. Namun demikian, 
diantara susahnya menemukan orang sukses tersebut, muncul milyarder muda, Sandiaga Salahuddin Uno.
Kalangan pengusaha yang tergabung dalam Hipmi (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia) pasti kenal dengan sosok Sandiaga S. Uno. Dia telah lengser dari jabatan ketua umum pusat organisasi yang beranggota lebih dari 30 ribu pengusaha itu.

Sandi -demikian penyandang gelar MBA dari The George Washington University itu biasa disapa- tercatat sebagai orang terkaya ke-63 di Indonesia versi Globe Asia. Kekayaannya USD 245 juta.
Sandi menyatakan tak disiapkan untuk menjadi pebisnis oleh orang 
tuanya. ”Orang tua lebih suka saya bekerja di perusahaan, tidak terjun 
langsung menjadi wirausaha,” ujar pria penggemar basket itu.
”Menjadi pengusaha itu pilihan terakhir,”
 akunya. Karena itulah, dia tak berpikir menjadi pengusaha seperti yang 
telah dilakoni selama satu dekade ini. ”Saya ini pengusaha kecelakaan,” 
katanya, lantas tertawa.
Kiprah bisnis Sandi kini dibentangkan lewat Grup Saratoga dan 
Recapital. Bisnisnya menggurita, mulai pertambangan, infrastruktur, 
perkebunan, hingga asuransi. Namun, dia masih punya cita-cita soal 
pengembangan bisnisnya. “Saya ingin masuk ke sektor consumer goods. Dalam 5-10 tahun mendatang, bisnis di sektor tersebut sangat prospektif,” katanya, optimistis.
Seorang pebisnis, kata dia, memang harus selalu berpikir jangka 
panjang. Bahkan, berpikir di luar koridor, berpikir apa yang tidak 
pernah terlintas di benak orang. “Mikir-nya memang harus jangka 
panjang.”
Dia mencontohkan, dirinya masuk ke sektor pertambangan awal 2000. 
Saat itu, sektor tersebut belum se-booming sekarang. ”Jadi, ketika 
sektor itu sekarang naik, kami sudah punya duluan,” ujarnya.
Sandi semula adalah pekerja kantoran. Pascalulus kuliah di The Wichita State University, Kansas, Amerika Serikat,
 pada 1990, Sandi mendapat kepercayaan dari perintis Grup Astra William 
Soeryadjaja untuk bergabung ke Bank Summa. Itulah awal Sandi terus 
bekerja sama dengan keluarga taipan tersebut. ”Guru saya adalah Om William (William Soeryadjaja, Red),” tutur pria kelahiran 28 Juni 1969 itu.
Bapak dua anak itu kemudian sedikit terdiam. Pandangannya dilayangkan
 ke luar ruang, memandangi gedung-gedung menjulang di kawasan Mega 
Kuningan. ”Saya masih ingat, sering didudukkan sama beliau (William 
Soeryadjaja, Red). Kami berdiskusi lama, bisa berjam-jam. Jiwa 
wirausahanya sangat tangguh,” kenangnya. William tanpa pelit membagikan 
ilmu bisnisnya kepada Sandi. Dia benar-benar mengingatnya karena itulah 
titik awal dia mengetahui kerasnya dunia bisnis.
Di tanah air, Sandi hanya bertahan satu setengah warsa. Dia harus 
kembali ke AS karena mendapat beasiswa dari bank tempatnya bekerja. Dia 
pun kembali duduk di bangku kuliah The George Washington University, 
Washington. Saat itulah, fase-fase sulit harus dia hadapi. Bank Summa 
ditutup. Sandi yang merasa berutang budi ikut membantu penyelesaian 
masalah di Bank Summa.
Sandi kemudian sempat bekerja
 di sebuah perusahaan migas di Kanada. Dia juga bekerja di perusahaan 
investasi di Singapura. ”Saya memang ingin fokus di bidang yang saya 
tekuni semasa kuliah, yaitu pengelolaan investasi,” tutur ayah dari 
Anneesha Atheera dan Amyra Atheefa itu.
Mapan sejenak, Sandi kembali terempas. Perusahaan tempat dia bekerja 
tutup. Mau tidak mau, dia kembali ke tanah air. ”Saya berangkat dari 
nol. Bahkan, kembali dari luar negeri, saya masih numpang orang tua,” 
katanya.
Sandi mengakui, dirinya semula kaget dengan perubahan kehidupannya. 
”Biasanya saya dapat gaji setiap bulan, tapi sekarang berpikir bagaimana
 bisa survive,” tutur pria kelahiran Rumbai itu. Apalagi, ketika itu 
krisis.
Dia kemudian menggandeng rekan sekolah semasa SMA, Rosan Roeslani, 
mendirikan PT Recapital Advisors. Pertautan akrabnya dengan keluarga 
Soeryadjaja membawa Sandi mendirikan perusahaan investasi PT Saratoga 
Investama Sedaya bersama anak William, Edwin Soeryadjaja. Saratoga punya
 saham besar di PT Adaro Energy Tbk, perusahaan batu bara terbesar kedua
 di Indonesia yang punya cadangan 928 juta ton batu bara.
Bisa dibilang, krisis membawa berkah bagi Sandi. ”Saya selalu yakin, 
setiap masalah pasti ada solusinya,” katanya. Sandi mampu ”memanfaatkan”
 momentum krisis untuk mengepakkan sayap bisnis. Saat itu banyak 
perusahaan papan atas yang tersuruk tak berdaya. Nilai aset-aset mereka 
pun runtuh. Perusahaan investasi yang didirikan Sandi dan 
kolega-koleganya segera menyusun rencana. Mereka meyakinkan 
investor-investor mancanegara agar mau menyuntikkan dana ke tanah air. 
”Itu yang paling sulit, bagaimana meyakinkan bahwa Indonesia masih punya
 prospek.”
Mereka membeli perusahaan-perusahaan yang sudah di ujung tanduk itu 
dan berada dalam perawatan BPPN -lantas berganti PPA-. Kemudian, mereka 
menjual perusahaan itu kembali ketika sudah stabil dan menghasilkan 
keuntungan. Dari bisnis itulah, nama Sandi mencuat dan pundi-pundi 
rupiah dikantonginya.
Sandi terlibat dalam banyak pembelian maupun refinancing 
perusahaan-perusahaan. Misalnya, mengakuisisi Adaro, BTPN, hingga Hotel 
Grand Kemang. Dari situlah, kepakan sayap bisnis Sandi melebar hingga 
kini.
Terpaksa ke Mal demi Anak
Sandiaga S. Uno adalah citra kesuksesan.
 Semua orang tahu hal itu. Namun, di balik aktivitasnya yang padat, dia 
merasa berdosa kepada keluarga. Sebab, waktunya hampir habis tersita 
untuk aktivitas bisnis dan organisasi. “Saya merasa nggak adil sama 
keluarga. Saya kerja begini untuk siapa? Rasanya ada yang hilang,” tutur
 Sandi.
Sandi mengaku, biasanya menjadikan Sabtu-Minggu sebagai hari untuk 
keluarga. Itu pun sangat terbatas. “Saya paling suka ke Senayan. Pasti 
Sabtu olahraga bareng keluarga di sana. Pagi lari, agak siang sedikit 
pukul-pukul bola, golf,” ceritanya.
Kemudian, biasanya mereka sekeluarga jalan-jalan ke mal. “Sebenarnya,
 saya paling nggak suka ke mal. Tapi, ya sedikit menyenangkan anaklah,” 
kata Sandi yang mengaku tak tertarik terjun ke dunia politik.
Sandi lantas tertawa mengingat polah lucu sang anak itu. “Jujur, saya
 selalu ingin ada di samping mereka. Saya ingin memberikan yang 
terbaik,” tambahnya dengan mimik serius.
Karena itu, Sandi kerap berangan-angan bahwa sehari itu bukan 24 jam.
 “Seandainya sehari itu ditambah empat jam saja, tambahan empat jam 
tersebut akan saya habiskan bersama keluarga,” tegasnya.
Biodata Sang Miliarder
Nama Lengkap : Sandiaga Salahuddin Uno
Tempat/tanggal lahir : Rumbai, 28 Juni 1969
Tempat/tanggal lahir : Rumbai, 28 Juni 1969
Pendidikan Formal :
- Bachelor of Business Administration, The Wichita State University, Kansas, AS, lulus 1990
- Master of Business Administration, The George Washington Univ., Washington, AS, lulus 92
Pengalaman Kerja
- Summa Group, Jakarta (Mei 1990-Juni 1993)
- Seapower Asia Investment Limited, Singapura (Juli 1993-April 1994)
- MP Holding Limited Group, Singapura (Mei 1994-Agustus 1995)
- NTI Resources Limited, Calgary, Canada (September 1995-April 1998)
- PT Saratoga Investama Sedaya (April 1998- sekarang)
