Sunday, March 6, 2011

Pembangkit Listrik Tenaga Angin

Angin adalah salah satu bentuk energi yang tersedia di alam, Pembangkit Listrik Tenaga Angin mengkonversikan energi angin menjadi energi listrik dengan menggunakan turbin angin atau kincir angin. Cara kerjanya cukup sederhana, energi angin yang memutar turbin angin, diteruskan untuk memutar rotor pada generator dibagian belakang turbin angin, sehingga akan menghasilkan energi listrik. Energi Listrik ini biasanya akan disimpan kedalam baterai sebelum dapat dimanfaatkan. Secara sederhana sketsa kincir angin adalah sebagai berikut :

sumber : kincirangin.info/plta-gbr.php
Indonesia, negara kepulauan yang 2/3 wilayahnya adalah lautan dan mempunyai garis pantai terpanjang di dunia yaitu ± 80.791,42 Km merupakan wilayah potensial untuk pengembangan pembanglit listrik tenaga angin, namun sayang potensi ini nampaknya belum dilirik oleh pemerintah. Sungguh ironis, disaat Indonesia menjadi tuan rumah konfrensi dunia mengenai pemanasan global di Nusa Dua, Bali pada akhir tahun 2007, pemerintah justru akan membangun pembangkit listrik berbahan bakar batubara yang merupakan penyebab nomor 1 pemanasan global.
Syarat – syarat dan kondisi angin yang dapat digunakan untuk menghasilkan energi listrik dapat dilihat pada tabel berikut.


Angin kelas 3 adalah batas minimum dan angin kelas 8 adalah batas maksimum energi angin yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan energi listrik.
Pemanfaatan energi angin merupakan pemanfaatan energi terbarukan yang paling berkembang saat ini. Berdasarkan data dari WWEA (World Wind Energy Association), sampai dengan tahun 2007 perkiraan energi listrik yang dihasilkan oleh turbin angin mencapai 93.85 GigaWatts, menghasilkan lebih dari 1% dari total kelistrikan secara global. Amerika, Spanyol dan China merupakan negara terdepan dalam pemanfaatan energi angin. Diharapkan pada tahun 2010 total kapasitas pembangkit listrik tenaga angin secara glogal mencapai 170 GigaWatt.
Di tengah potensi angin melimpah di kawasan pesisir Indonesia, total kapasitas terpasang dalam sistem konversi energi angin saat ini kurang dari 800 kilowatt. Di seluruh Indonesia, lima unit kincir angin pembangkit berkapasitas masing-masing 80 kilowatt (kW) sudah dibangun.
Tahun 2007, tujuh unit dengan kapasitas sama menyusul dibangun di empat lokasi, masing-masing di Pulau Selayar tiga unit, Sulawesi Utara dua unit, dan Nusa Penida, Bali, serta Bangka Belitung, masing-masing satu unit. Mengacu pada kebijakan energi nasional, maka pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) ditargetkan mencapai 250 megawatt (MW) pada tahun 2025.
sumber :
renewable energy indonesia.wordpress
Indrawan said PLTB (pembangkit listrik tenaga bayu) saat ini cukup menjadi primadona di dunia barat dikarenakan potensi angin yang mereka miliki (daerah sub tropis) sangat besar. Berangsur-angsur tapi pasti, PLTN mulai diganti dengan penggunaan PLTB ataupun pembangkit renewable lainnya.
Perlu diingat di lokasi-lokasi tersebut size kapasitas PLTB mereka sudah besar – besar (Min 1 MW). PLTB ukuran kecil seperti di Nusa penida dengan kapasitas 80 kW sangat teramat jarang sekarang ini. Untuk di Indonesia, dengan iklim tropisnya mungkin akan cukup sulit untuk menemukan daerah dengan potensi angin (distribusi anginnya)yang konstan/baik.
Ada beberapa daerah di Indonesia yang katanya memiliki kecepatan angin cukup tinggi (gust wind) berdasarkan survei yang dilakukan selama 3 bulan, tapi hal ini tidak berguna bagi PLTB bila kecepatan angin itu hanya cuma bertahan beberapa menit/detik saja dan kemudian hilang. Perlu adanya survei/studi berkesinambungan yang memerlukan data selama minimal satu tahun untuk mevalidasi potensi angin didaerah tersebut. Rata-rata PLTB yang dijual di pasaran untuk kapasitas kecil (kurang dari 100 kW), cut in dan cut out mereka adalah 3 dan 25 m/s dengan kecepatan optimumnya adalah 12 m/s.
Didunia saat ini banyak ditemukan PLTB stand alone yang beredar dipasaran (utk ukuran 10 kW). Penggunanya adalah daerah-daerah terpencil yang tidak tersentuh oleh ataupun terlalu mahal untuk dihubungkan oleh grid. Kebanyakan dari mereka tidak pure hanya menggunakan PLTB tapi juga menggunakan PV. Selain karena disebabkan kebutuhan listrik yang cukup besar juga disertai dengan diversikasi energi apabila tiba-tiba tidak terdapat angin yang cukup.
Untuk memenuhi kebutuhan listrik di Indonesia saat ini untuk daerah-daerah terpecil seperti di kepulauan-kepulauan, diperlukan hybrid system antara potensi renewable energy yang ada dilokasi (seperti PLTB-PV-baterai, PV-PLTMH-Fuel Cell, dll). Akan tetapi perlu menjadi catatan, semua teknologi untuk penggunaan energi-energi tersebut masih cukup mahal bila dilihat dari kelayakan ekonominya terutama FC dan PV.
Sekedar untuk info apabila ada yang tertarik untuk mengembangkan potensi renewable energy didaerahnya, anda bisa menggunakan standar IEC 62257 sebagai guidelines anda. Semoga info ini dapat membantu pengembangan renewable energy di Indonesia. Apabila ada kata-kata yang salah, saya mohon maaf dan tolong dikoreksi. Terima kasih

Potensi dan Teknologi Energi Samudera di Indonesia

Oleh: Harsono Soepardjo (Sumber Kompas 14 Mei 2003) LAUT selain menjadi sumber pangan juga mengandung beraneka sumber daya energi. Kini para ahli menaruh perhatian terhadap laut sebagai upaya mencari jawaban terhadap tantangan kekurangan energi di waktu mendatang dan upaya menganekakan penggunaan sumber daya energi.
KESENJANGAN antara kebutuhan dan persediaan energi merupakan masalah yang perlu segera dicari pemecahannya. Apalagi mengingat perkiraan dan perhi- tungan para ahli pada tahun 2010-an produksi minyak akan menurun tajam dan bisa menja- di titik awal kesenjangan energi. Namun, pengembangan sumber energi alternatif memerlukan waktu sebelum sampai pada pemanfaatan secara ekonomi.
Beberapa negara seperti Amerika Serikat, Uni Soviet, Inggris, Perancis, Kanada, Jepang, Belanda, dan Korea telah mulai meneliti kemungkinan pemanfaatan energi dari laut terutama panas laut, gelombang dan pasang surut, dengan hasil yang memberikan harapan cukup baik. Energi samudera dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu energi panas laut, energi pasang surut, dan energi gelombang. Untuk lautan di wilayah Indonesia, potensi termal 2,5 x 1023 joule dengan efisiensi konversi energi panas laut sebesar tiga persen dapat menghasilkan daya sekitar 240.000 MW.
Potensi energi panas laut yang baik terletak pada daerah antara 6- 9° lintang selatan dan 104-109° bujur timur. Di daerah tersebut pada jarak kurang dari 20 km dari pantai didapatkan suhu rata-rata permukaan laut di atas 28°C dan didapatkan perbedaan suhu permukaan dan kedalaman laut (1.000 m) sebesar 22,8°C. Sedangkan perbedaan suhu rata-rata tahunan permukaan dan kedalaman lautan (650 m) lebih tinggi dari 20°C. Dengan potensi sumber energi yang melimpah, konversi energi panas laut dapat dijadikan alternatif pemenuhan kebutuhan energi listrik di Indonesia. Energi pasang surut Wilayah Indonesia terdiri dari banyak pulau.
Cukup banyak selat sempit yang membatasinya maupun teluk yang dimiliki masing-masing pulau. Hal ini memungkinkan untuk memanfaatkan energi pasang surut. Saat laut pasang dan saat laut surut aliran airnya dapat menggerakkan turbin untuk membangkitkan listrik. Pemanfaatan pusat listrik energi pasang surut direalisasikan di La Ranche Perancis diikuti oleh Rusia di Murmansh, Lumboy, Tae Menzo Boy, dan The Thite Sea. Tidak jauh dari Indonesia, ada Australia yang memanfaatkannya di Kimberly. Saat ini potensi energi pasang surut di seluruh samudera di dunia tercatat 3.106 MW.
Untuk Indonesia daerah yang potensial adalah sebagian Pulau Sumatera, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Papua, dan pantai selatan Pulau Jawa, karena pasang surutnya bisa lebih dari lima meter. Mekanisme pusat listrik energi pasang surut tergantung pada beberapa faktor: arah angin, kecepatan, lamanya bertiup, dan luas daerah yang dipengaruhi. Oleh karena itu, di dalam penelitian mengenai energi ini faktor meteorologi/geofisika menjadi kuncinya. Pada pemanfaatan energi ini diperlukan daerah yang cukup luas untuk menampung air laut (reservoir area). Namun, sisi positifnya adalah tidak menimbulkan polutan bahan-bahan beracun baik ke air maupun udara. Selain panas laut dan pasang surut, masih ada energi samudera lain yaitu energi gelombang.
Sudah banyak pemikiran untuk mempelajari kemungkinan pemanfaatan energi yang tersimpan dalam ombak laut. Salah satu negara yang sudah banyak meneliti hal ini adalah Inggris. Menurut pengamatan Hulls, deretan ombak (gelombang) yang terdapat di sekitar pantai Selandia Baru dengan tinggi rata-rata 1 meter dan periode 9 detik mempunyai daya sebesar 4,3 kW per meter panjang ombak.
Sedangkan deretan ombak serupa dengan tinggi 2 meter dan 3 meter dayanya sebesar 39 kW per meter panjang ombak. Untuk ombak dengan ketinggian 100 meter dan perioda 12 detik menghasilkan daya 600 kW per meter. Karena beberapa laut di Indonesia mempunyai ombak dengan ketinggian di atas 5 meter, maka potensi energi gelombangnya perlu diteliti lebih jauh.
Teknologi yang diperlukan Konversi energi panas laut adalah sistem konversi energi yang terjadi akibat perbedaan suhu di permukaan dan di bawah laut menjadi energi listrik. Potensi terbesar konversi energi panas laut untuk pembangkitan listrik terletak di khatulistiwa. Soalnya, sepanjang tahun di daerah khatulistiwa suhu permukaan laut berkisar antara 25-30°C, sedangkan suhu di bawah laut turun 5-7°C pada kedalaman lebih dari 500 meter. Terdapat dua siklus konversi energi panas laut, yaitu siklus Rankine terbuka dan siklus Rankine tertutup.
Sebagai pembangkit tenaga listrik, konversi energi panas laut siklus Rankine terbuka memerlukan diameter turbin sangat besar untuk menghasilkan daya lebih besar dari 1MW, sedangkan komponen yang tersedia belum memungkinkan untuk menghasilkan daya sebesar itu, alternatif lain yaitu siklus Rankine tertutup dengan fluida kerja amonia atau freon. Berdasarkan letak penempatan pompa kalor, konversi energi panas laut dapat diklasifikasikan menjadi tiga tipe, konversi energi panas laut landasan darat, konversi energi panas laut terapung landasan permanen, dan konversi energi panas laut terapung kapal.
Konversi energi panas laut landasan darat alat utamanya terletak di darat, hanya sebagian kecil peralatan yang menjorok ke laut. Kelebihan sistem ini adalah dayanya lebih stabil dan pemeliharaannya lebih mudah. Kekurangan sistem jenis ini membutuhkan keadaan pantai yang curam, agar tidak memerlukan pipa air dingin yang panjang. Status teknologi konversi energi panas laut jenis ini baru pada tahap percontohan dengan kapasitas 100 W dan dengan fluida kerja freon yang dilakukan oleh TEPSCO-Jepang, dengan lokasi percontohan di Kepulauan Nauru.
Selain itu dibangun pusat penelitian dan pengembangan konversi energi panas laut landasan darat (STF) yang terletak di Hawaii. Untuk konversi energi panas laut terapung landasan permanen, diperlukan sistem penambat dan sistem transmisi bawah laut, sehingga permasalahan utamanya pada sistem penambat dan teknologi transmisi bawah laut yang mahal. Jenis ini masih dalam taraf penelitian dan pengembangan. Konversi energi panas laut terapung kapal beroperasi dengan bebas karena dibangun di atas kapal.
Biasanya energi listrik yang dihasilkan untuk memproduksi berbagai bahan yaitu amonia, hidrogen, methanol, dan lain-lain. Status teknologi konversi energi panas laut jenis ini baru taraf percontohan, dengan nama pembangkit Mini OTEC yang berkapasitas 50 kW dengan lokasi percontohan di laut Hawaii. Mini OTEC menghasilkan daya bersih 10 kW sampai 15 kW.
Selain itu, pada tempat yang sama beroperasi konversi energi panas laut dengan nama OTEC1 dengan kapasitas 1 MW. Perkembangan teknologi konversi energi panas laut di Indonesia baru mencapai status penelitian, dengan jenis konversi energi panas laut landasan darat dan dengan kapasitas 100 kW, lokasi di Bali Utara.
Secara umum kendala pada teknologi konversi energi panas laut adalah efisiensi pemompaan yang masih rendah, korosi pipa, bahan pipa air dingin, dan biofouling, yang semuanya menyangkut investasi. Selain itu kajian sumber daya kelautan masih terbatas terhadap langkah pengembangan konversi energi panas laut. Energi pasang surut Tidak kurang dari 100 lokasi di dunia yang dinilai sebagai tempat yang cocok bagi pembangunan pembangkit energi pasang surut. Sistem pemanfaatan energi pasang surut pada dasarnya dibedakan menjadi dua yaitu kolam tunggal dan kolam ganda.
Pada sistem pertama energi pasang surut dimanfaatkan hanya pada perioda air surut (ebb period) atau pada perioda air naik (flood time). Sedangkan sistem yang kedua adalah kolam ganda kedua perioda baik sewaktu air pasang maupun air surut energinya dimanfaatkan. Turbin dan saluran terletak dalam satu bendungan (dam) yang memisahkan kolam dan laut. Sewaktu air pasang permukaan air di kolam sama dengan permukaan laut.
Sewaktu air mulai surut terjadilah perbedaan tinggi air (head) antara kolam dan laut yang menyebabkan air mulai mengalir ke arah laut dan memutar turbin. Pada sistem kolam ganda turbin akan berkerja dalam dua arah aliran. Kedua kolam dipisahkan oleh satu bendungan (dam) yang didalamnya terdapat turbin dua arah, masing-masing kolam memiliki saluran yang menghubungkan dengan laut.
Meskipun turbin bekerja terus-menerus tetapi kecepatannya bervariasi, selain dengan perbedaan tinggi permukaan air di kolam dan permukaan laut. Perbedaan tinggi antara permukaan air di kolam dan permukaan air laut di tempat-tempat energi pasang surut berkisar beberapa meter sampai 13 meter.
Penelitian pemanfaatan energi pasang surut telah dilakukan oleh beberapa negara; Perancis, Rusia, Amerika Serikat, dan Kanada sejak tahun 1920. Sete- lah lebih dari 40 tahun-tahun 1966- pembangkit energi listrik berkekuatan 240 MW yang digerakan oleh tenaga pasang surut berhasil dibangun oleh Perancis di pantai Estuari Rance. Di Rusia ada proyek energi pasang surut dengan kapasitas 2176 MW di Bay of Fundy. Berdasarkan estimasi kasar jumlah energi pasang surut di samudera seluruh dunia adalah 3.106 MW.
Khusus untuk Indonesia beberapa daerah yang mempunyai potensi energi pasang surut adalah Bagan Siapi-api, yang pasang surutnya mencapai 7 meter, Teluk Palu yang ini struktur geologinya merupakan patahan (Palu Graben) sehingga memungkinkan gejala pasang surut, Teluk Bima di Sumbawa (Nusa Tenggara Barat), Kalimantan Barat, Papua, dan Pantai Selatan Pulau Jawa. Energi gelombang Gelombang laut merupakan salah satu bentuk energi yang bisa dimanfaatkan dengan mengetahui tinggi gelombang,
panjang gelombang, dan periode waktunya. Ada empat teknologi energi gelombang yaitu sistem rakit Cockerell, tabung tegak Kayser, pelampung Salter, dan tabung Masuda. Sistem rakit Cockerell berbentuk untaian rakit-rakit yang saling dihubungkan dengan engsel-engsel dan sistem ini bergerak naik turun mengikuti gelombang laut.
Gerakan relatif rakit-rakit menggerakkan pompa hidrolik yang berada di antara dua rakit. Sistem tabung tegak Kayser menggunakan pelampung yang bergerak naik turun dalam tabung karena adanya tekanan air. Gerakan relatif antara pelampung dan tabung menimbulkan tekanan hidrolik yang dapat diubah menjadi energi listrik.
Sistem Pelampung Salter memanfaatkan gerakan relatif antara bagian/pembungkus luar (external hull) dan bandul didalamnya (internal pendulum) untuk diubah menjadi energi listrik. Pada sistem tabung Masuda metodenya adalah memanfaatkan gerak gelombang laut masuk ke dalam ruang bawah dalam pelampung dan menimbulkan gerakan perpindahan udara di bagian ruangan atas dalam pelampung. Gerakan perpindahan udara ini dapat menggerakkan turbin udara.
Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Finlandia, dan Belanda, banyak menaruh perhatian pada energi ini. Lokasi potensial untuk membangun sistem energi gelombang adalah di laut lepas, daerah lintang sedang dan di perairan pantai. Energi gelombang bisa dikembangkan di Indonesia di laut selatan Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Dr A Harsono Soepardjo M Eng Pusat Studi Kelautan, F-MIPA Universitas Indonesia.
 sumber : http://www.alpensteel.com