Sunday, March 6, 2011

Pembangkit Listrik Tenaga Sampah


Pembangkit Listrik Tenaga Biogas Listrik dari Sampah Kota Menanggapi tulisan yang berjudul Energi masa lalu, kini dan masa depan kita selaku kota yang baru berdiri harus bercermin kepada kota yang sudah menghadapi masalah dan mampu menyelesaikannya, khususnya terhadap permasalahan ketersediaan energi yang sangat pokok dan penting tetapi mampu memecahkan permasalahan lainnya. Sampah telah menjadi masalah besar terutama di kota-kota besar di Indonesia. Hingga tahun 2020 mendatang, volume sampah perkotaan di Indonesia diperkirakan akan meningkat lima kali lipat. Tahun 1995 saja, menurut data yang dikeluarkan Asisten Deputi Urusan Limbah Domestik, Deputi V Menteri Lingkungan Hidup, Chaerudin Hasyim, di Jakarta baru-baru ini, setiap penduduk Indonesia menghasilkan sampah rata-rata 0,8 kilogram per kapita per hari, sedangkan pada tahun 2000 meningkat menjadi 1 kilogram per kapita per hari. Pada tahun 2020 mendatang diperkirakan mencapai 2,1 kilogram per kapita per hari. Meningkatnya sampah perkotaan telah menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan. Bukan hanya pemandangan tak sedap atau bau busuk yang ditimbulkannya tetapi juga ancaman terhadap kesehatan. Untuk memanfaatkan sampah perkotaan sebenarnya telah sejak lama diupayakan para ahli. Salah satunya adalah pemanfaatan untuk produksi listrik biogas dari sampah kota. Namun sejauh ini, rencana tersebut baru sebatas wacana. Yang sudah beroperasi dan baru saja diresmikan adalah listrik dari sekam padi di Desa Cipancuh, Kecamatan Haur Geulis Indramayu, memanfaatkan sekam padi yang selama ini terbuang. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) sekam pertama di Indonesia itu berkapasitas 100 ribu watt. Setelah sekam padi, angin segar dihembuskan PLN Distribusi Jawa Barat dan Banten yang berniat memanfaatkan sampah di TPA Leuwigajah Cimahi dan TPA Bantargebang Bekasi, untuk menghasilkan listrik, dengan menggandeng investor swasta PT Navigat Organik Energy Indonesia. Saat ini, rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas (PLTB) dari sampah kota itu memang masih dalam tahap MoU. Selain mengatasi masalah sampah kota, diharapkan pemanfaatan sampah untuk listrik tersebut juga bisa membantu PLN dalam mengatasi krisis enerji listrik. Paling tidak, listrik penduduk di seputar TPA tak akan sering-sering byar pet. Bila PLTB di TPA Leuwigajah tersebut beroperasi, pada mulanya akan memberikan kontribusi pasokan listrik sebesar 1 MW (mega watt) terhadap jaringan PLN di wilayah Distribusi Jawa Barat dan Banten, dengan kapasitas maksimumnya 10 MW. Meski kontribusi listrik sebesar 1 MW tergolong relatif kecil, namun jika disalurkan kepada pelanggan rumah tangga daya tersambung 450 atau 900 VA (volt ampere) dengan pemakaian rata-rata misalnya 100 kwh (kilo watt hour) perbulan, diperkirakan dapat memasok kepada sekira 10 ribu pelanggan. Menurut Direktur Utama PT Navigat Organic Energy Indonesia, Sri Andini, selain ingin turut memberikan kontribusi enerji listrik, pembangunan PLTB itu diharapkan pula mampu memberikan solusi terhadap permasalahan sampah selama ini. Upaya tersebut sekaligus pula agar masyarakat terbebas dari hal-hal yang membahayakan lingkungan, terutama akibat limbah sampah yang dapat mengeluarkan gas-gas beracun. "Melalui pengelolaan energi biogas dari sampah ini, gas metan yang dihasilkan limbah sampah itu dapat diolah menjadi energi listrik," jelasnya usai menandatangani MoU (nota kesepahaman) "Rencana Jual Beli Tenaga Listrik Pembangkit Listrik Tenaga Biogas dari Sampah TPA (tempat pembuangan akhir) Leuwigajah-Cimahi" antara PT PLN (Persero) Distribusi Jabar-Banten dan PT Navigat Organic Energy Indonesia. Menurut Sri, saat ini pembangkit listrik tenaga biogas di TPA Leuwigajah dan Bantar Gebang tersebut masih dalam perencanaan dan akan segera dibangun. Pembangunan diperkirakan memakan waktu sekira enam bulan, dengan kapasitas maksimum pembangkit sebesar 10 MW (mega watt) dan mulai dapat beroperasi 9 bulan lagi. "Untuk tahap awal nanti, kapasitasnya baru 1 MW. Selain di Leuwigajah, juga ada di Bantar Gebang Bekasi dengan kapasitas maksimum pembangkit mencapai 35 MW. Sebelum membangun PLTB, sambung Sri, pihaknya akan mengupayakan dulu composing pada TPA tersebut, kendati kegiatan ini dinilai tidak akan berkembang. Pasalnya, untuk melakukan itu harus melalui banyak prosedur dan kemungkinan besar dapat mengganggu keberadaan pemulung. "PLTB sendiri tidak akan mengganggu pemulung, sehingga mereka masih dapat mencari keuntungan dari sampah-sampah yang ada," jelasnya. Mengenai besarnya alokasi investasi yang dibutuhkan untuk membangun PLTB tersebut, Sri mengakui dananya cukup besar. Meski begitu, ia belum dapat menyebutkan nominalnya, karena harus melakukan survei di lapangan dan perhitungan berbagai biaya yang timbul. Begitu pula keuntungan ekonomis dari investasi bisnis PLTB ini, yang tidak dapat langsung dirasakan perolehan laba terutama untuk jangka pendek, tapi akan mulai dirasakan untuk jangka panjang. Selain membutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk membangun PLTB dari sampah, yakni mulai dari pembangunan instalasi, pengeboran, maupun infrastruktur lainnya, juga akan memakan waktu lama untuk mencapai keuntungan ekonomis. BEP (break event point atau titik impasnya saja baru dapat tercapai selama 9 sampai 10 tahun mendatang. Sri mengakui, pembangkit listrik tenaga biogas tersebut merupakan yang pertama di Indonesia. Kalau di negara-negara lain terutama di Eropa, termasuk di Asia seperti Korea Selatan, Malaysia maupun Thailand sudah berjalan. Di Inggris misalnya, pembangkit listrik tenaga biogas sampah sudah berjalan selama 15 tahun dengan kapasitas mencapai 400 MW. "Pembangunan PLTB ini tidak hanya di TPA Leuwigajah dan Bantargebang saja, karena sebelumnya kita juga telah melakukan kerjasama dengan PLN Sumatera Selatan. Bahkan di masa mendatang, kita akan melakukannya di seluruh Indonesia," tambah Sri. Namun menurut catatan "PR" pemanfaatan sampah untuk listrik sudah pernah dibuat di TPA Pasir Impun yang terletak di Desa Karang Pamulang, sekira 6 Km dari arah timur Kota Bandung. Di TPA seluas 7 hektar itu, sekira 500-1.000 meter kubik sampah yang dibuang ke sana dimanfaatkan untuk pembuatan listrik biogas. Pembuatan listrik biogas di sana menggunakan parit-parit yang kemudian biogas hasil pembusukan sampah organik itu disalurkan dari parit ke pompa vortex. Vortex kemudian mengalirkan gas metana yang mudah terbakar ini ke sebuah mesin diesel yang menghasilkan daya listrik sebesar 40.000 watt. ** PLTB merupakan salah satu upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan, terutama dalam menangani limbah sampah utamanya sampah organik. Sekaligus menjadi salah satu alternatif memberikan pasokan energi listrik yang dinilai cukup terbatas selama ini. Serta masih banyak menggantungkan pada pembangkit listrik seperti PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air), dsb. Mengenai besaran HPP (harga pokok produksi) yang akan ditetapkan perusahaan, Sri menjelaskan pihaknya akan tetap mengikuti aturan dari pemerintah untuk menetapkan besarnya HPP. "Jadi, apa yang ditetapkan oleh pemerintah akan kita ikuti. Harga listrik yang akan dijual, kita mengikuti harga PLN atau pemerintah," ujarnya. Hal senada diungkapkan Agus Pranoto. Pada prinsipnya HPP tersebut akan dibicarakan lagi lebih lanjut. Meski demikian, secara umum sebenarnya telah ada kebijakan yang mengatur besarnya HPP, baik dari pemerintah maupun PLN itu sendiri. Bagi PLN misalnya, HPP dapat mencapai tingkat keekonomisannya sekira 7 sen dolar AS per kwh (kilo watt hours). Melalui rencana pembangunan PLTB di TPA Leuwigajah dan Bantar Gebang Bekasi tersebut, Agus mengharapkan pada akhir tahun 2003 ini PLTB tersebut dapat memberikan kontribusi sebesar 1 MW. "Meski tidak signifikan, tapi itu dapat memberikan dukungan moral yang luar biasa untuk menghadapi krisis enerji. Jadi, makin cepat makin bagus," ucap Agus. Diakui, sejauh ini tengah digalakkan pembangunsan pembangkit listrik dengan tenaga terbarukan. Sejauh ini, PLN sangat mengharapkan adanya pembangunan pembangkit baru. Pasalnya, kebutuhan enerji listrik dari tahun ke tahun terus berkembang. "Jadi, berapapun listrik yang dapat disediakan PLTB, kita akan beli. Tentang harga, nanti akan kita bicarakan. Yang pasti PLN ataupun pemerintah sudah memiliki patokan yang jelas," tegasnya. Selain dengan PLN Distribusi Jabar dan Banten, PT Navigat Organic Energy Indonesia telah melakukan kerjasama dengan PT PLN Distribusi Jawa Timur di bidang jual beli energi listrik berbahan baku sampah bertegangan 20 kV dan frekuensi 50 hertz, baru-baru ini. Menurut Manajer Humas PT PLN Distribusi Jatim, Bambang Harmanto, kerjasama tersebut merupakan bagian dari rangkaian negosiasi dengan sejumlah perusahaan swasta yang memiliki pembangkit dan kelebihan daya, untuk memenuhi tingginya permintaan energi listrik dari industri. Selain PT Navigat, sebuah perusahaan swasta lain yakni PT Ginaris Mukti Adiluhung (GMA) telah menawarkan pula teknologi mengubah sampah menjadi energi listrik (waste to energy) ke Pemprov DKI, baru-baru ini. GMA menawarkan Pemprov DKI agar membayar Rp 30 ribu untuk setiap ton sampah yang mereka ubah menjadi listrik. Meski demikian Eddy Mardanus dari GMA mengakui, biaya yang harus dikeluarkan untuk mengubah sampah menjadi energi listrik memerlukan biaya tiga kali lipat dibandingkan biaya pembangkit biasa. Dengan begitu, dana yang dibayar Rp 30 ribu tersebut tergolong cukup wajar, apalagi Pemprov DKI selama ini mengeluarkan biaya untuk tiap ton sampah. Bedanya, biaya yang dikeluarkan kini tergolong lebih rendah. Investor lain yang sudah menandatangani nota kesepahaman adalah pembangkit listrik dari sampah yang berkapasitas 1.000 ton sampah perhari di atas lahan seluas enam hektare di Marunda. Produksi sampah di Jakarta tiap hari sekitar 5.000 ton dan jika tiga tempat pengolahan sampah sudah berfungsi penuh, sampah yang diserap adalah 3.500 ton sampah setiap hari. Sedangkan 1.500 ton lainnya diatasi oleh TPA dan "incenerator" milik Pemprov DKI. Memilah sampah Upaya pengelolaan limbah sampah ini dapat berjalan optimal, bila pemda maupun masyarakat itu sendiri memiliki kesadaran pula akan pentingnya kebersihan dan kelestarian lingkungan. Di Batam misalnya, pemda setempat terus berupaya mengajarkan masyarakatnya untuk memilah sampah menurut jenis dan sifatnya, yakni dengan menyebarkan sebanyak 100 tong sampah untuk kebutuhan tersebut di sejumlah tempat-tempat umum di Batam. Menurut Kepala Seksi Pemanfaatan dan Pemusnahan Sampah, Air Limbah dan Tinja di Batam, pihaknya sangat mengharapkan masyarakat Batam terbiasa untuk memilah sampah menurut jenis dan sifatnya. Apakah sampah basah, kertas dan plastik. Untuk mendukung hal itu, sebanyak 100 tong sampah yang masing-masing terdiri dari tiga tong yaitu untuk sampah basah, sampah kertas dan sampah plastik disebarkan di sejumlah tempat-tempat umum yang sering dilalui masyarakat. Langkah ini tiada lain untuk membelajarkan masyarakat Batam agar menjadi masyarakat yang pintar dalam hal kebersihan. 
sumber: http://www.banjar-jabar.go.id/index.php?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=491